Laman

Sabtu, 28 Mei 2016

“Kuliah dimana, Jar?” (Part 3) (Final Part)

Bila anda belum baca part 1 dan part 2, baca dulu ya. Kalau ada waktu.

  • SIMAK UI


Sebenarnya saya gak kepikiran untuk ikut SIMAK UI. Kenapa? Karena di SNMPTN Undangan saya gak keterima di UI, lagipula di SNMPTN tulis (SBMPTN) saya gak milih UI lagi. Awalnya bermula dari obrolan santai dengan teman-teman, ada info tentang simak UI, tercetuslah ide buat ikut SIMAK UI. (lagi-lagi) Saya hanya ikut-ikutan.

Dari SMA 3 Kuningan, dulu cuma saya dan 3 orang teman saya yang ikutan. Yusuf Ardiyansyah, Muhammad Taufik, dan Ardi Nugraha. Kami putuskan untuk berangkat ke Depok dan menginap di kost abangnya Taufik yang (saat itu) kuliah di UI.

SIMAK UI hari Minggu, kami berangkat kesana hari Kamis. Perjalanan lancar walaupun Taufik agak telat datang ke terminal. Kami naik Bus Luragung Jaya saat itu, Bus yang ekonomi. Setelah perjalanan kurang lebih 6-8 jam (saya lupa), kami akhirnya sampai di Depok, di kawasan UI. Kami putuskan gak langsung ke kos-kosan abangnya Taufik, tapi malah muter-muter UI naik BiKun (Bis Kuning).

Pengamalan pertama naik BiKun ada kejadian menarik sekaligus apes. Karena itu pengalaman pertama kali, kami berempat naik terus di bisnya dengan tujuan muter-muter, gak turun-turun. Sampai tersisa kami dan supirnya doang. Entah supirnya gak tau, atau mau ngerjain kami, bisnya berhenti di semacam terminal BiKun gitu. Tiba-tiba sopirnya keluar tanpa mengucapkan kata-kata. Kami terkunci.

Sebelumnya saya kasih tau, di BiKun pintu keluar masuk penumpang itu ditutup-buka oleh supir. Semacam ada tombol khusus. Jadi terbayang saat itu kami berempat kebingungan membuka pintu. Muncul ide keluar lewat jendela, gak ada jendela. Setelah kebingungan selama 10 menit, kami pindah ke kursi sopir, berharap menemukan tombol membuka pintu. Dan hasilnya nihil. Lalu bagaimana cara kami keluar dan bisa melanjutkan hidup?

Tak disangka tak dinyana, bodohnya kami berempat. Kami membuka pintu sopir, dan ternyata gak dikunci -__-. Dari situlah kami akhirnya merasa terlahir kembali dan melanjutkan kehidupan.

Setelah kejadian apes itu kami langsung ke kosan abangnya Taufik, kita panggil A Adi aja biar enak. Orangnya baik, saking baiknya nyiapin kamar khusus buat kami berempat, kebetulan di kosannya ada kamar kosong. Kami tinggal disitu selama 5 harian.

Hari kedua,hari Jumat kami habiskan jalan-jalan lagi di UI, sekalian shalat Jumat disana. Hal yang paling diingat adalah ketemu bapak-bapak yang ngajarin “keajaiban angka 9”, saya lupa namanya, yang saya ingat dia tinggal di gang gaya.
Dari kiri ke kanan : Saya, Ardi Nugraha, Yusuf Ardiyansyah, Muhammad Taufik

Hari ketiga, hari Sabtu, H-1 SIMAK UI, sekaligus hari H pengumuman SNMPTN tulis jam 6 sore. Siangnya kami survey tempat SIMAK UI, saya dan Ardi satu tempat di SMPN 2 Depok. Taufik beda tempat, Yusuf juga beda tempat.

Pulang dari survey agak sore. Setelah mandi dan istirahat, kami putuskan untuk tidak langsung ke warnet untuk melihat pengumuman. Kami shalat maghrib dan Isya berjamaah dulu di mushola. Saya mendadak jadi orang sholeh hari itu. Shalat di mushola berjamaah, banyak berdoa. Setelah itu kami jalan kaki ke warnet. Raut muka tegang terlihat jelas dimuka kami walaupun kami samarkan dengan tertawa dan candaan-candaan.

Saya sempat berkelakar ‘eh, nanti kalau aku diterima, kalian aku teraktir di indomaret deh, minuman coca-cola, fanta dll. Terserah, tapi satu orang satu’ teman-teman menyetujuinya. Sampailah kami di warnet. Kami hanya menyewa satu komputer saja buat rame-rame. Urutan pertama Taufik, ketak-ketik ketak-ketik, Taufik gak diterima. Urutan kedua Yusuf, ketak-ketik ketak-ketik, gak diterima juga. Taufik dan Yusuf pilihan pertamanya UI. Urutan ketiga Ardi, ketak-ketik ketak-ketik, gak diterima juga. Kami mencoba menenangkan satu sama lain, memberikan semangat.

Tiba urutan saya,  saya coba masuk ke laman snmptn, ketik nomor peserta dan tanggal lahir, bismillah Enter. Gak kebuka halamannya, kayanya servernya down. Saya cobalagi, sama. Sampai ketiga kali saya coba. Dees. Teknik Sipil, Universitas Diponegoro. Saya hanya tersenyum dan mengucap alhamdulillah. Saya mencoba tak terlihat terlalu senang saat itu, karena menghormati teman-teman saya. Ditambah uang saya habis 25ribu di Indomaret.

Saya menghubungi orangtua saat itu, mungkin mereka cukup kaget karena saya diterima di Undip di Semarang yang notabene jauh dari Kuningan. Lagipula dulu saya gak memberitahu orangtua dulu kalo milih Undip. Tapi saya yakin orangtua saya cukup senang, sampe-sampe membeli koran Pikiran Rakyat yang mencantumkan nama-nama yang keterima di SNMPTN tulis. Nama anak mereka ada diantara ribuan nama saat itu.

Selain menghubungi orangtua, saya menghubungi Anne teman saya yang lebih dulu keterima di Undip. Dan juga senior-senior alumni SMA 3 Kuningan yang lebih dulu kuliah disana.

Akibat hasil pengumuman tersebut, saya gak fokus buat simak UI. Di hari H SIMAK UI, saya ngerjain soal semuanya. Dan alhamdulillah prosesnya lancar. Walaupun kebanyakan jawaban asal. Saya dan Ardi pulang ke kosan naik angkot. Di kosan, Taufik dan Yusuf belum datang soalnya beda tempat. Setelah lengkap sorenya kami main lagi ngelilingi UI.

Hari terakhir di Depok, kami siap-siap pulang. Kami patungan buat bayar kos tersebut seorang 20ribu, walaupun sebenarnya gak usah bayar kata A Adi. Tapi karena gak enak udah ngerepotin, kami pamit dan ngasih amplop ke si ibu kost.

Kami pulang naik bis lagi, sesampainya di Kuningan kami berpamitan masing-masing. Karena kemalaman saya nginep di rumah Yusuf semalem, besoknya pulang ke rumah.

Hasil SIMAK UI? Kami berempat gak ada yang kuliah di UI.

Yusuf dan Ardi sekarang kuliah di Unswagati Cirebon. Taufik sekarang kuliah di Unsoed Purwokerto (Edit : per tahun 2018 ini akhirnya dia S2 di UI). Dan saya, bila ada yang bertanya ‘Kuliah dimana, Jar?’ saya jawab Undip.



Jawaban yang sangat singkat, tetapi dibaliknya ada perjalanan yang tak dekat, ada kisah yang tak terangkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saran dan kritik bisa dituliskan disini.