Bila anda belum baca part 1 dan part 2, baca dulu ya. Kalau ada waktu.
- SIMAK UI
Sebenarnya saya gak
kepikiran untuk ikut SIMAK UI. Kenapa? Karena di SNMPTN Undangan saya gak
keterima di UI, lagipula di SNMPTN tulis (SBMPTN) saya gak milih UI lagi.
Awalnya bermula dari obrolan santai dengan teman-teman, ada info tentang simak
UI, tercetuslah ide buat ikut SIMAK UI. (lagi-lagi) Saya hanya ikut-ikutan.
Dari SMA 3 Kuningan,
dulu cuma saya dan 3 orang teman saya yang ikutan. Yusuf Ardiyansyah, Muhammad
Taufik, dan Ardi Nugraha. Kami putuskan untuk berangkat ke Depok dan menginap
di kost abangnya Taufik yang (saat itu) kuliah di UI.
SIMAK UI hari Minggu,
kami berangkat kesana hari Kamis. Perjalanan lancar walaupun Taufik agak telat
datang ke terminal. Kami naik Bus Luragung Jaya saat itu, Bus yang ekonomi.
Setelah perjalanan kurang lebih 6-8 jam (saya lupa), kami akhirnya sampai di
Depok, di kawasan UI. Kami putuskan gak langsung ke kos-kosan abangnya Taufik,
tapi malah muter-muter UI naik BiKun (Bis Kuning).
Pengamalan pertama naik
BiKun ada kejadian menarik sekaligus apes. Karena itu pengalaman pertama kali,
kami berempat naik terus di bisnya dengan tujuan muter-muter, gak turun-turun.
Sampai tersisa kami dan supirnya doang. Entah supirnya gak tau, atau mau
ngerjain kami, bisnya berhenti di semacam terminal BiKun gitu. Tiba-tiba
sopirnya keluar tanpa mengucapkan kata-kata. Kami terkunci.
Sebelumnya saya kasih
tau, di BiKun pintu keluar masuk penumpang itu ditutup-buka oleh supir. Semacam
ada tombol khusus. Jadi terbayang saat itu kami berempat kebingungan membuka
pintu. Muncul ide keluar lewat jendela, gak ada jendela. Setelah kebingungan
selama 10 menit, kami pindah ke kursi sopir, berharap menemukan tombol membuka
pintu. Dan hasilnya nihil. Lalu bagaimana cara kami keluar dan bisa melanjutkan
hidup?
Tak disangka tak
dinyana, bodohnya kami berempat. Kami membuka pintu sopir, dan ternyata gak
dikunci -__-. Dari situlah kami akhirnya merasa terlahir kembali dan
melanjutkan kehidupan.
Setelah kejadian apes
itu kami langsung ke kosan abangnya Taufik, kita panggil A Adi aja biar enak.
Orangnya baik, saking baiknya nyiapin kamar khusus buat kami berempat, kebetulan
di kosannya ada kamar kosong. Kami tinggal disitu selama 5 harian.
Hari kedua,hari Jumat
kami habiskan jalan-jalan lagi di UI, sekalian shalat Jumat disana. Hal yang
paling diingat adalah ketemu bapak-bapak yang ngajarin “keajaiban angka 9”,
saya lupa namanya, yang saya ingat dia tinggal di gang gaya.
Dari kiri ke kanan : Saya, Ardi Nugraha, Yusuf Ardiyansyah, Muhammad Taufik |
Hari ketiga, hari
Sabtu, H-1 SIMAK UI, sekaligus hari H pengumuman SNMPTN tulis jam 6 sore.
Siangnya kami survey tempat SIMAK UI, saya dan Ardi satu tempat di SMPN 2
Depok. Taufik beda tempat, Yusuf juga beda tempat.
Pulang dari survey agak
sore. Setelah mandi dan istirahat, kami putuskan untuk tidak langsung ke warnet
untuk melihat pengumuman. Kami shalat maghrib dan Isya berjamaah dulu di
mushola. Saya mendadak jadi orang sholeh hari itu. Shalat di mushola berjamaah,
banyak berdoa. Setelah itu kami jalan kaki ke warnet. Raut muka tegang terlihat
jelas dimuka kami walaupun kami samarkan dengan tertawa dan candaan-candaan.
Saya sempat berkelakar
‘eh, nanti kalau aku diterima, kalian aku teraktir di indomaret deh, minuman
coca-cola, fanta dll. Terserah, tapi satu orang satu’ teman-teman
menyetujuinya. Sampailah kami di warnet. Kami hanya menyewa satu komputer saja
buat rame-rame. Urutan pertama Taufik, ketak-ketik ketak-ketik, Taufik gak
diterima. Urutan kedua Yusuf, ketak-ketik ketak-ketik, gak diterima juga.
Taufik dan Yusuf pilihan pertamanya UI. Urutan ketiga Ardi, ketak-ketik
ketak-ketik, gak diterima juga. Kami mencoba menenangkan satu sama lain,
memberikan semangat.
Tiba urutan saya, saya coba masuk ke laman snmptn, ketik nomor
peserta dan tanggal lahir, bismillah Enter. Gak kebuka halamannya, kayanya
servernya down. Saya cobalagi, sama. Sampai ketiga kali saya coba. Dees. Teknik
Sipil, Universitas Diponegoro. Saya hanya tersenyum dan mengucap alhamdulillah.
Saya mencoba tak terlihat terlalu senang saat itu, karena menghormati
teman-teman saya. Ditambah uang saya habis 25ribu di Indomaret.
Saya menghubungi
orangtua saat itu, mungkin mereka cukup kaget karena saya diterima di Undip di
Semarang yang notabene jauh dari Kuningan. Lagipula dulu saya gak memberitahu
orangtua dulu kalo milih Undip. Tapi saya yakin orangtua saya cukup senang,
sampe-sampe membeli koran Pikiran Rakyat yang mencantumkan nama-nama yang
keterima di SNMPTN tulis. Nama anak mereka ada diantara ribuan nama saat itu.
Selain menghubungi
orangtua, saya menghubungi Anne teman saya yang lebih dulu keterima di Undip.
Dan juga senior-senior alumni SMA 3 Kuningan yang lebih dulu kuliah disana.
Akibat hasil pengumuman tersebut,
saya gak fokus buat simak UI. Di hari H SIMAK UI, saya ngerjain soal semuanya.
Dan alhamdulillah prosesnya lancar. Walaupun kebanyakan jawaban asal. Saya dan
Ardi pulang ke kosan naik angkot. Di kosan, Taufik dan Yusuf belum datang
soalnya beda tempat. Setelah lengkap sorenya kami main lagi ngelilingi UI.
Hari terakhir di Depok,
kami siap-siap pulang. Kami patungan buat bayar kos tersebut seorang 20ribu,
walaupun sebenarnya gak usah bayar kata A Adi. Tapi karena gak enak udah
ngerepotin, kami pamit dan ngasih amplop ke si ibu kost.
Kami pulang naik bis
lagi, sesampainya di Kuningan kami berpamitan masing-masing. Karena kemalaman
saya nginep di rumah Yusuf semalem, besoknya pulang ke rumah.
Hasil SIMAK UI? Kami
berempat gak ada yang kuliah di UI.
Yusuf dan Ardi sekarang
kuliah di Unswagati Cirebon. Taufik sekarang kuliah di Unsoed Purwokerto (Edit : per tahun 2018 ini akhirnya dia S2 di UI). Dan
saya, bila ada yang bertanya ‘Kuliah dimana, Jar?’ saya jawab Undip.
Jawaban yang sangat
singkat, tetapi dibaliknya ada perjalanan yang tak dekat, ada kisah yang tak
terangkat.